Saturday, October 29, 2022
A, B, and Allah : Let me cry to ease the pain (2)
Friday, October 28, 2022
A, B, and Allah: Let me cry to ease the pain
Saturday, October 8, 2022
A, B, A', dan A Reality
Sunday, September 18, 2022
A, B, dan Allah: Seandainya Bisa Berdialog Dengan Tuhan (2)
Tuesday, September 13, 2022
A, B, and A Belief that Allah Always Listens
Monday, September 12, 2022
A, B, A', and A Hopelessness
A : Saya sama B ini kayaknya udah dead-end, A'. Apapun yang saya lakukan kayaknya justru malah bikin B makin jauh dari saya.
A' : Kok jelek gitu sih mikirnya?
A : Semua yang saya takutkan terkait hubungan saya sama B literally semuanya kejadian. Semuanya. Sekarang saya takut dengan prasangka buruk saya sendiri. Saya takut, A'.
A' : Yaudah, brarti kamu harus terus berprasangka baik biar yang kejadian ya bakal baik juga
A : You know that's just a wishful thinking, A'. Saya kayaknya harus bener-bener nerima kalo saya udah kehilangan B. Hati saya hancur, sakit sekali, tapi takdirnya seperti ini.
A' : Nggak boleh gitu. Nggak boleh mendahului Allah. Lagian, kamu inget kan kalo takdir itu bisa diubah dengan doa?
A : Kamu nggak tahu rasanya dari yang dulu selalu dibutuhkan, yang selalu diutamakan, kemudian dibanting trus dikesampingkan, trus kamu harus ngelihat semua hal yang kamu pengen dari B justru dia kasihkan semua ke orang lain yang ngga lain adalah temen deketmu sendiri. Kamu nggak bakal paham gimana hancurnya perasaan saya
A' : ☹️
A : Saya ngga butuh alasan untuk marah sama Allah. Saya udah berusaha untuk ridho dengan ketentuan yang Allah kasih ke saya, tapi setiap habis ketemu sama B, saya selalu kembali mempertanyakan kenapa jalan ceritanya dibuat seperti ini? :( Saya nggak kuat, A'. Saya nggak pernah ada niat untuk ngelukai B, sama sekali nggak ada! Saya tulus benar-benar peduli ama dia.
A' : Aku nggak bakal bosen-bosen untuk nasihatin kamu supaya kamu harus percaya sama waktu dan teruuuuuus berprasangka baik sama Allah. 1 lagi, jangan pernah ragu dengan kekuatan doa. Doa terus doa terus doa terus. Aku yakin kok, kalau emang niatmu berteman ama B itu baik, pasti Allah akan segera menyelesaikan permasalahan yang kamu punya sama B. Trust me, you're getting there!!
Friday, September 9, 2022
Sunday, September 4, 2022
A, B, and God
Saturday, September 3, 2022
A, B, and A' : Being Good to Others and Expectation
Friday, September 2, 2022
A, B, and A' : Mentally Exhausted
Sunday, August 28, 2022
A, B, dan Keinginan Memutarbalik Waktu
Terlihat seperti sebuah pesan yang benar-benar tidak berbahaya, tapi A tidak tahu bahwa berawal dari pesan tidak berbahaya inilah, hidup A bakal dijungkirbalikkan sedemikian rupa.
Seandainya waktu bisa diputar kembali, A hanya berharap ia sama sekali tidak pernah mengirimkan pesan ini……
Saturday, August 27, 2022
A, B, and The Power of Ridho
Butuh waktu bagi A untuk RIDHO dengan ketentuan Allah bahwa hubungan persahabatan yang ia perjuangkan dengan B tidak berjalan sesuai dengan keinginannya
Butuh waktu bagi A untuk RIDHO dengan kenyataan bahwa B tidak nyaman berada di dekatnya dan bahkan kini menghindarinya
Butuh waktu bagi A untuk RIDHO bahwa ia mungkin akan kehilangan B, orang yang A perjuangkan.
Sangat menyesakkan bagi A untuk RIDHO bahwa B, yang telah ia beri banyak hal, justru lebih bahagia berada di dekat circle X yang tidak lain merupakan sahabat-sahabat A sendiri
A tidak paham apa ujung cerita ini, mengapa Allah membuat ketentuannya menjadi seperti ini, tapi saat ini yang A miliki hanyalah doa serta keyakinan bahwa Allah akan memberikan ujung cerita yang sangat baik.
Friday, August 26, 2022
A, B, dan Allah: Seandainya Bisa Berdialog Dengan Tuhan
Allah : Ada apa, Wahai hambaku? Kenapa kamu masih saja bersedih?
A : Ya Allah, bisakah Kau kabulkan keinginan hamba?
Allah : Keinginan apakah itu, Wahai hambaku?
A : Pulihkan hubungan persahabatan hamba dengan B seperti semula atau bahkan lebih baik
Allah : Hubungan seperti apa yang kau inginkan, Wahai hambaku?
A : Hamba ingin B tidak lagi takut dengan hamba, hamba ingin B kembali nyaman dekat dengan hamba, menjadi orang yang dicari ketika B butuh sesuatu, tempat B bercerita baaaaanyak hal tentang kehidupannya, menjadi sosok big brother yang selama ini tidak pernah dia miliki.
Allah : Kamu yakin itu yang terbaik untuk kalian berdua, Wahai hambaku?
A : Hamba tidak tahu, Ya Allah. Hamba akan selalu menyerahkan yang terbaik kepada-Mu. Namun, hamba selalu bersedih tiada tara jika teringat bagaimana hubungan kami sebelum hamba melakukan kesalahan yang hamba perbuat kepada B, Ya Allah.
Allah : Mengapa begitu, Wahai hambaku?
A : Dulu, untuk sekadar makan siang saja, hamba yang dicari B. Ketika B terlibat masalah dan butuh pertolongan, hamba yang ditanya. Ketika B belum punya cubical sendiri, B selalu duduk di dekat hamba atau menempati cubical hamba. B bahkan dulu rela tidak ikut futsal—hal yang paling B gemari—hanya untuk menepati janji makan malam bareng hamba dan teman-teman. Hamba tidak mengerti jika hal-hal sederhana seperti itu adalah sebuah nikmat yang luar biasa hingga akhirnya Engkau menyabutnya, Ya Allah.
Allah : Teruslah ber-ikhtiar dan memohon kepadaku, Wahai hambaku.
A : Hamba tidak akan pernah lelah untuk berdoa memohon hal yang terbaik bagi hamba dan B, Ya Allah.
Wednesday, August 24, 2022
A, B, dan A': Percakapan Antara Perasaan dan Logika
A : B masih nyuekin aku :( Dicuekin orang yang saaaaangat kita pedulikan sakitnya bukan main
A' : Dicuekin gimana?
A : Setiap WA dari aku, baik itu japri maupun grup yang ada akunya, dia pasti ga bakal bales, kalaupun bales kayak sengaja banged dibalesnya lamaaaaa banged.
A' : Sabar..
A : Belum lagi kalo ketemuan secara langsung bareng circle X, Ya Allah berasa banged dicuekinnya. Nyeseknya sampe mau mati.
A' : Ya namanya juga nyuekin. Ya pasti gitu, dihindarin, buang muka, diajak ngobrol ga antusias, B denger namamu aja juga males banged kayaknya.
A : It's worse than nyuekin. B bener-bener ngebuang aku :'( Setelah segala sesuatu yang aku lakuin buat dia, gara-gara satu kesalahan langsung nggak ada harganya T.T
A' : Iya aku paham. Pasti rasa sakitnya nggak terkira. Buktinya kamu sampe harus ketemu profesional gara-gara depresi.
A : Kesalahan yang aku lakukan ke B juga pun aku bener-bener ngga ada maksud untuk ngelukai dia. Aku sama sekali ngga pernah punya niat buat mistreated dia. Aku ngga tau kalo dia ngga suka dan ngga nyaman aku gituin.
A' : Kamu ngga mungkin niat melukai orang-orang yang kamu sayang. Of course I know that, tapi tetap aja yang kamu lakukan itu salah, A.
A : Aku menyadari kesalahanku. Aku bahkan mengakui kesalahanku segera setelah aku tahu dia berubah sikap, tanpa dia harus ngasih tahu aku dulu, dan aku langsung minta maaf, berkali-kali, aku bahkan sampe mohon-mohon. Tapi dia tetep giniin aku. Semenakutkan itu kah aku sekarang buat B?
A' : Seingatku, ini bukan pertama kali kamu diperlakukan seperti ini ama sahabatmu kan? Inget nggak, si Y, kamu juga salah ngomong sesuatu ke dia, kamu juga ga ada niat ngelukai dia, tapi tiba-tiba dia ngehindari kamu gitu aja. B masih mending masih mau ngobrol ama kamu, si Y malah bener-bener sampe ngga mau interaksi sama kamu. Inget nggak?
A : Iya inget, rasanya kayak di neraka. Kadang sampe harus ke kamar mandi cuma buat nangis doang, dan itu berlangsung selama sekian bulan.
A' : Tapi sekarang kamu sama Y gimana? Baikan kan? Bahkan kayak nggak pernah terjadi apa-apa kan? Dia bahkan yang langsung ngajakin kamu buat nemenin dia bobok sekamar buat jagain rumahnya waktu itu. Iya kan?
A : I... Iya sih
A' : Pas kamu kena COVID-19 2 tahun yang lalu sampe harus di karantina di Wisma Seganteng, cuma dia satu-satunya sahabatmu yang langsung nelepon nanyain kabarmu dan teleponan sampe luamaaaaa banged.
A : ...dan itu aku masih ngga nyangka sampe sekarang. Bwakakak
A' : Kamu harus inget, B dan Y itu karakternya mirip. Itulah kenapa cuma 2 orang ini sahabat lebih muda yang kamu panggil 'Dek'. Mulai menyadari sesuatu di sini?
A : eeee....
A' : Kamu harus percaya sama waktu, A. Beri B waktu atau lebih tepatnya beri dirimu waktu. Terus berdoa, berdoa, dan berdoa. Kamu udah mengikhtiarkan segala cara, sekarang kamu pasrahkan jalannya sama Allah. Kamu harus yakin bahwa Allah pasti bakal ngabulin doamu, atau lebih tepatnya akan memberikan jalan yang terbaik buat kamu dan B.
A : T.T Makasih banyak ya, A'.
Tuesday, August 23, 2022
Tentang Jodoh dan Pilihan Mengikhlaskan
Alih-alih bersungut-sungut, saya memutuskan untuk MENGIKHLASKAN adapter muahal itu dan berniat membelinya lagi ketika cuti. Anehnya, setelah mutusin gitu, saya ngga lagi tuh kepikiran itu barang.
Begitu sampai di kampung halaman keesokan harinya, pas banged saya mau buka website-nya iBox, Papa tiba-tiba dateng ke kamar saya sambil bawa sesuatu, “Mas, ini punyamu ni ketinggalan..” pas saya lihat, “LOH! Ini kan adapter headphone! Nemu di mana?” “Ada di kantong seragammu yang kamu taruh di bak cucian..” Astagaaaaa.. ternyata sebelum wawancara udah saya sisihin ke dalam kantong! Kok ya nggak kepikiran ngerogoh kantong pas nyari. Alhamdulillah ๐
Dari kejadian sederhana tersebut, ada beberapa pelajaran yang langsung saya coba refleksikan ke dalam diri saya:
1) Kalau emang jodoh, dia yang sempat hilang pasti akan tetap kembali ke kita.
2) Ikhlas. Ini benar-benar kunci supaya bisa tetap happy dan waras ketika kehilangan, siapa tahu Allah bakal ngembaliin atau bahkan diganti dengan yang lebih baik ^_^
Semoga ini merupakan sebuah pertanda dari Allah SWT mengenai apa yang sedang saya alami dalam hidup saya akhir-akhir ini ๐
A, B, dan Pilihan Untuk Tetap Memperjuangkan
Psikolog : Give B space, Mas A. Itu yang dia butuhkan sekarang. Kalau emang Allah menakdirkan kalian sebagai seorang sahabat, segala sesuatunya pasti akan pulih lagi. Sampean kan sudah minta maaf ke B, sudah mencoba segala cara untuk me-reverse hubungan Mas A sama B. Kalau emang udah mentok dan belum berhasil, Mas A harus percaya sama waktu.
Turned out, pengalaman pertama A bertemu tatap muka dengan professional untuk merawat mental health-nya sama sekali tidak mengerikan. Ia bahkan mendapatkan banyak insight dan perspektif yang sebelumnya tidak A sadari—walaupun 2 jam konsultasi harganya 600 ribuan ๐ .
Walaupun, memang, semua nasihat, afirmasi, dan insight yang diberikan sang psikolog ke A somehow clichรฉ, tapi tetap saja itu memberikan semacam kelegaan. A pun juga mendapatkan perspektif baru mengenai keeping expectations: percaya pada doa. For most people, this will sound very pathetic, tapi saat ini cuma itu yang satu-satunya A miliki.
A tidak pernah punya niat buruk terhadap B, A menyadari kesalahannya terhadap B, dan telah belajar pelajaran yang sangat berharga dari apa yang telah ia perbuat. Jadi, A yakin, karena niatnya baik dan jika A terus berdoa, segala sesuatu dengan B akan kembali normal—seperti tidak pernah terjadi apa-apa—atau bahkan Allah sudah menyiapkan skenario yang jauh lebih baik untuk A dan juga B.
Saat ini A sedang mendaki menuju puncak, merangkak, kadang terjatuh, capek, keadaan pun masih gelap gulita. Semua menjadi pilihan A apakah dia memutuskan untuk menyerah, atau terus bertahan dan meneruskan pendakian sehingga ketika telah sampai di puncak, kegelapan itu akan berubah menjadi pemandangan matahari terbit yang membuat segala proses pendakiannya menjadi setimpal :)
Thursday, August 4, 2022
A, B, and X
Alkisah, Ada anak bernama A. A ini emang bawaannya sensitif & overthinker. A punya circle X, X ini yang bisa bikin A tetep waras di rantau. Suatu hari, datanglah B sebagai anak baru di lingkungan si A. Little did A know, B would turn his life upside down.
Sejak hari pertama B datang, A langsung minta B jadi subordinate-nya, karena memang A udah lama butuh orang untuk bantuin dia dan timnya kerja, which happened to be circle X as well. A yang sebenarnya susah cocok ama orang, surprisingly langsung click sama B. As a junior, B was everything A needed him to be. B itu nurut, pinter, nggak banyak omong, kerjanya beres, pokoknya di mata A si B ini nggak aneh-aneh. Jadinya, si A ini ngemong B banged, A ngajarin B ini-itu, bantuin B ini-itu, terlebih A & B punya background pendidikan yang sama persis, akhirnya mereka jadi dekat, dan terkesan kalau ada A ya pasti ada B. A nggak keberatan dengan hal itu.
A ngerasa punya sahabat baru, tanpa sadar B ini akhirnya masuk ke circle X karena yang lain juga cocok ama si B. Official-nya ya si B ini dimasukin lah ke WAG mereka. A senang sekali, junior yg selama ini dia emong, jadinya bisa jadi temen main bareng yang lain. Walau mereka udah sama-sama di X, A tetap ngerasa B ini paling deket ama dia. Sebenarnya A pengennya kondisinya selalu begitu, karena A udah terlanjur nganggap B sebagai adek sendiri. A juga yakin kalau A adalah satu-satunya temen yang paling peduli ama B, yang lain cuma temen main aja.
Sampai suatu hari, B ditugaskan 2 minggu ke luar kota bareng temen yang sebenarnya B nggak terlalu suka (pada saat itu). B males kalau mereka sampai harus sekamar. Ngeliat itu, A came to the rescue. A nawarin diri buat ikut. Intinya cuma biar B ada temen & sekamar ama A aja. Secara jabatan, sebenarnya A nggak ada hubungannya ama tugas itu. Semua orang juga heran, ngapain A maksa ikut. Tapi A bodo amat, he’s just trying to take care of his bro. A nggak tahu kalau justru dari ST itu lah awal A ngehancurin segalanya.
Tinggal bareng berhari-hari, muncullah satu hal dari A yang bikin B ternyata nggak nyaman, tapi dia nggak berani bilang karena takut A marah (B ini emang tipenya introvert). A nggak menyadari apapun and kept being himself ya karena A pikir toh B nggak protes apapun. Setelah ST itu, A seneng banged tiap ST luar kota. A pasti ngajakin si B, nggak mau ama yang lain, karena basically, A itu nggak suka sekamar ama sembarang orang. Tanpa A ketahui, B itu sejak ST terakhir sebenarnya udah males tinggal bareng ama si A, tapi ngga berani bilang.
Lama-lama, A yang dasarnya peka banged, mulai ngerasa kalo si B ini kok udah mulai lebih suka ama X ketimbang A. Diajakin ST pun juga udah mulai alasan macem-macem padahal ya B sebenarnya ngga ada kerjaan lain. A sedih sekali ngelihat B happier dengan orang lain. A cemburu. A langsung de javu. A pernah di posisi ini sebelumnya dengan sahabatnya di tempat lain. A emang orangnya cemburuan kalo ngelihat sahabatnya lebih happy ama orang lain ketimbang dia, tapi ngga pernah berani ngomong karena A pikir itu childish dan ngga manly banged. A milih untuk cuek dan biarin sahabatnya itu nyuekin dia, sampai akhirnya berbulan-bulan baru beres masalahnya. Tapi A inget banged rasa sakitnya dan gimana A sampe nangis dicuekin sahabatnya. Makanya A mutusin untuk merjuangin si B.
Sampai akhirnya, si B ini dapet SK pindah ke tempat lain. Wah, hati A hancur bukan main. Bagi A, X tanpa si B itu bakal ngga utuh lagi. Akhirnya A dan X rame-rame nganterin B ke tempat baru. Karena jauh, mereka nyewa hotel. X ni paham, kalo A dekat sama B, jadi mereka desain biar A dan B barengan. Tahu-tahu, si B kekeuh kalau nggak mau bareng ama A. Hati A hancur sambil mikir loh ada apa ini?
Sejak kejadian itu lah, depressive episodes-nya A dimulai. A sebenarnya udah lama ngebatin ini pasti gara-gara B udah tau jeleknya A. Akhirnya A nanya ke B, ternyata B ngaku kalo emang gara-gara itu. B sampai ngomong, “Maaf ya, Mas. Aku belum bisa bareng ama Mas lagi” Wah, si A rasanya pengen mati aja. A pikir dia udah kehilangan temen baik. A mutusin untuk merjuangin B. A didn’t want to lose anyone. A mengakui semua kesalahannya dan minta maaf supaya kondisinya balik kayak dulu lagi. Akhirnya mereka saling terbuka. B akhirnya ngomong uneg-uneg tentang A, A pun juga sebaliknya. Ternyata gara-gara itu, A sama B malah jadi awkward. Tapi A nggak nyerah, A tetep minta maaf ke B atas semua kesalahannya dan pengen balik kayak dulu lagi. Akhirnya B ngeiyain tapi dengan kesan kepaksa.
A sebenarnya ngerasa kalau kondisinya udah nggak sama. Si B tiap di WA took years to reply, A ngerasa sebelumnya nggak pernah kayak gini. A yang emang sangat sensitif soal per-WA-an, makin hancur hatinya. Ditambah tiap kumpul bareng X, si B keliatan banged kalau lebih asyik ama X ketimbang A. A depresi. A yang berusaha keluar dari depresinya, tetep berusaha untuk memperbaiki hubungannya ama si B, tapi apapun yang dilakukan si A justru ngebuat si B makin males ama si A dan ngelihat A sebagai seorang monster yang mengerikan.
Puncaknya, si A dikirimi screenshoot Twitter-nya B dari temen yang punya temen yang ternyata follow si B. Temannya bilang, "Eh, A, kayaknya ini tentang elo deh. Elo barusan cerita ke gw elo habis chat si B lagi kan?". A sengaja nggak dikasih tahu akun Twitter B apa, biar A nggak terus kepo-kepo si B. B nggak tahu kalau si A tahu soal ini. Kata-kata ‘hati A hancur’ sepertinya sebuah understatement. Tangan A sampai gemeteran bacanya.
Bro yang selama ini A emong, A bantuin apapun, A ajarin apapun, dan A bener-bener tulus sama semua itu, berubah jadi musuh gara-gara satu kesalahan fatal yang A perbuat. A udah minta maaf kayak gimana juga, malah memperburuk keadaan. B skrg udah bener-bener nggak peduli sama A lagi. A setiap hari hidup kayak zombie. Nggak ada yang ngertiin posisi A. X pun, yang selama ini A pikir adalah sekelompok sahabat, selalu ngebelain B dan dengan gampang bilang jangan sampa A musuhin B karena ntar kasihan B udah hidup sendirian. Nggak ada yang kasihan ama A. A emang udah buat salah, tapi A udah minta maaf.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, A sampai harus konsul ke psikiater dan didiagnosis butuh anti-depressant ya karena A udah lupa rasanya hidup bahagia itu gimana. Semua orang ngasih nasihat yang sama ke A, bilang, “Ga usah perjuangin lagi si B, dia toxic, km nyiksa diri sendiri”. Of course A tahu hal itu, harusnya A tinggalin aja si B, toh dia juga udah nggak peduli, udah tinggal jauhan juga harusnya lebih mudah move on-nya. Tapi nggak ada yang tahu, deep down inside, cuma satu hal yang diharapin dan bisa nyembuhin A: A dan B kondisinya bisa kembali seperti dulu lagi seolah-olah nggak pernah terjadi apapun.
Jika bisa memutar balik waktu, A nggak bakal mengorbanin dirinya buat nemenin B ST ke luar kota 2 minggu itu. Kalau itu nggak pernah terjadi, mungkin perspektif B ke A nggak bakal berubah. Bahkan, even further, kalau tahu bakal jadi kayak gini, di awal B dateng, A nggak bakal narik B buat masuk ke timnya. Biarin aja B luntang-lantung semaunya dia. Toh, as B ever said to A, B nggak pernah butuh & peduli ama orang lain. Ever.
Semua hal yang selama ini A percaya hancur berantakan. “Kalo mau dibaikin orang, kamu harus baik ama orang lain” now seems like a bullshit for A. Toh kenyataannya, mereka yang nggak pernah peduli dengan apapun hidupnya jauh lebih happy, pikir A. Now, A has to struggle with the consequences…alone, while seeing B still living his best life surrounded by all the people who love and care about him—including A who still will always be there for him no matter occurences that have happened.
End.