Psikolog : Give B space, Mas A. Itu yang dia butuhkan sekarang. Kalau emang Allah menakdirkan kalian sebagai seorang sahabat, segala sesuatunya pasti akan pulih lagi. Sampean kan sudah minta maaf ke B, sudah mencoba segala cara untuk me-reverse hubungan Mas A sama B. Kalau emang udah mentok dan belum berhasil, Mas A harus percaya sama waktu.
Turned out, pengalaman pertama A bertemu tatap muka dengan professional untuk merawat mental health-nya sama sekali tidak mengerikan. Ia bahkan mendapatkan banyak insight dan perspektif yang sebelumnya tidak A sadari—walaupun 2 jam konsultasi harganya 600 ribuan 😅.
Walaupun, memang, semua nasihat, afirmasi, dan insight yang diberikan sang psikolog ke A somehow cliché, tapi tetap saja itu memberikan semacam kelegaan. A pun juga mendapatkan perspektif baru mengenai keeping expectations: percaya pada doa. For most people, this will sound very pathetic, tapi saat ini cuma itu yang satu-satunya A miliki.
A tidak pernah punya niat buruk terhadap B, A menyadari kesalahannya terhadap B, dan telah belajar pelajaran yang sangat berharga dari apa yang telah ia perbuat. Jadi, A yakin, karena niatnya baik dan jika A terus berdoa, segala sesuatu dengan B akan kembali normal—seperti tidak pernah terjadi apa-apa—atau bahkan Allah sudah menyiapkan skenario yang jauh lebih baik untuk A dan juga B.
Saat ini A sedang mendaki menuju puncak, merangkak, kadang terjatuh, capek, keadaan pun masih gelap gulita. Semua menjadi pilihan A apakah dia memutuskan untuk menyerah, atau terus bertahan dan meneruskan pendakian sehingga ketika telah sampai di puncak, kegelapan itu akan berubah menjadi pemandangan matahari terbit yang membuat segala proses pendakiannya menjadi setimpal :)
No comments:
Post a Comment