Allah : Ada apa, Wahai hambaku? Kenapa kamu masih saja bersedih?
A : Ya Allah, bisakah Kau kabulkan keinginan hamba?
Allah : Keinginan apakah itu, Wahai hambaku?
A : Pulihkan hubungan persahabatan hamba dengan B seperti semula atau bahkan lebih baik
Allah : Hubungan seperti apa yang kau inginkan, Wahai hambaku?
A : Hamba ingin B tidak lagi takut dengan hamba, hamba ingin B kembali nyaman dekat dengan hamba, menjadi orang yang dicari ketika B butuh sesuatu, tempat B bercerita baaaaanyak hal tentang kehidupannya, menjadi sosok big brother yang selama ini tidak pernah dia miliki.
Allah : Kamu yakin itu yang terbaik untuk kalian berdua, Wahai hambaku?
A : Hamba tidak tahu, Ya Allah. Hamba akan selalu menyerahkan yang terbaik kepada-Mu. Namun, hamba selalu bersedih tiada tara jika teringat bagaimana hubungan kami sebelum hamba melakukan kesalahan yang hamba perbuat kepada B, Ya Allah.
Allah : Mengapa begitu, Wahai hambaku?
A : Dulu, untuk sekadar makan siang saja, hamba yang dicari B. Ketika B terlibat masalah dan butuh pertolongan, hamba yang ditanya. Ketika B belum punya cubical sendiri, B selalu duduk di dekat hamba atau menempati cubical hamba. B bahkan dulu rela tidak ikut futsal—hal yang paling B gemari—hanya untuk menepati janji makan malam bareng hamba dan teman-teman. Hamba tidak mengerti jika hal-hal sederhana seperti itu adalah sebuah nikmat yang luar biasa hingga akhirnya Engkau menyabutnya, Ya Allah.
Allah : Teruslah ber-ikhtiar dan memohon kepadaku, Wahai hambaku.
A : Hamba tidak akan pernah lelah untuk berdoa memohon hal yang terbaik bagi hamba dan B, Ya Allah.
No comments:
Post a Comment